ADAB Seorang MURID

Assalammualaikum... Wr. Wb. 

 Hai Sahabat Rofiul Is-One 

Alhamdulillah kita berjumpa lagi dan semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT dan dikumpulkan dengan orang orang sholeh yang senantiasa istiqomah dalam kebaikan... Aamiin.

Wahai Sahabat ku semuanya... Apakah kita sudah merenungkan Anugerah Dan Nikmat yang sudah dilimpahkan kepada kita Hari ini...??

Dalam Islam, Belajar adalah ibadah. 

"Menuntut ilmu itu (belajar) wajib bagi Muslim dan Muslimah." 

(HR Muslim). 

Artinya, adab belajar mengharuskan pelajar untuk meneguhkan niat yang ikhlas karena semata-mata mengharap ridha Allah SWT, agar ilmu yang diperoleh membuahkan keberkahan dan memberi manfaat bagi orang lain.

Belajar itu sendiri merupakan interaksi antara stimulus dan respon. 

Menurut Teori behavioristik, dalam proses belajar mengajar yang terpenting adalah seseorang akan dianggap telah belajar ketika sudah menunjukkan perubahan perilaku. Dari teori ini juga, belajar dapat diartikan sebagai stimulus dan respon.

Sedangkan menurut Imam Sya'roni dawuh dalam kitabnya :

و من شأنه أن لا يرى أنه كفأ أستاذه و لو خدمه ألف عام، و أنفق عليه الألوف من المال، و من خطر بباله بعد ذلك أنه قابله بشيء، فقد خرج عن الطريق، و نقض العهد

"Dan termasuk adab seorang murid adalah tidak merasa bahwa ia telah membalas budi gurunya walau dengan khidmah seribu tahun atau bersedekah kepadanya dengan ribuan harta.

Barang siapa yang terbesit dalam hatinya bahwa ia telah membalas salah satu jasa gurunya setelah melakukan hal tersebut, maka ia telah keluar dari jalan seorang murid, dan membatalkan ikatan dengan guru."

KH Hasyim Asy’ari, dalam pandangan kaum sufi, posisi murid di hadapan gurunya, seperti jenazah di tangan orang yang memandikannya.

Ia harus pasrah secara total, mau dimandikan dalam posisi bagaimanapun. Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:

يتعين عليه الاستمساك بهديه والدخول تحت جميع أوامره ونواهيه ورسومه حتى يصير كالميِّت بين يدي الغاسل ، يقلبه كيف شاء

“Seharusnya murid berpegangan kepada petunjuk gurunya, tunduk patuh atas segala perintah, larangan dan garis-garisnya, sehingga seperti mayit di hadapan orang yang memandikan, ia berhak dibolak-balik sesuka hati.” 

(Syekh Ibnu hajar al-Haitami, al-Fatawi al-Haditsiyyah, juz 1, hal. 56)

Selanjutnya KH. Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa murid wajib memandang gurunya dengan penuh takzim. Tidak diperbolehkan bagi pelajar memandang remeh gurunya, merasa ia lebih pandai dari pada gurunya.

Murid hendaknya memilik itikad yang baik terhadap gurunya, menganggap bahwa gurunya berada pada derajat kemuliaan. Beliau mengutip statemen sebagian ulama salaf :

من لا يعتقد جلالة شيخه لايفلح

"Barangsiapa tidak meyakini keagungan gurunya, tidak akan bahagia.”

Tidak etis seorang murid menyebut gurunya hanya dengan namanya, tanpa diberi gelar kehormatan atau memanggil gurunya dengan ‘kamu’, ‘anda’ atau panggilan-panggilan yang merendahkan. 

Setiap menyebut gurunya saat beliau tidak ada, sebutlah dengan sebutan yang layak dan baik. Jangan ragu untuk bilang “guruku” “Kiyaiku yang alim”, “ustadzku yang cerdas”, dan sebutan-sebutan yang sejenis. 

Lebih lanjut beliau menganjurkan jika suatu saat perilaku guru secara lahir salah, murid sebisa mungkin mengarahkannya kepada maksud yang baik, membuka pintu ta’wil. Mungkin beliau lupa, mungkin beliau dalam kondisi terdesak dan lain sebagainya. 

Saat guru memarahi murid, hendaknya murid mengawali untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Sikap yang demikian diharapkan dapat menambah kecintaan guru kepadanya. 

Justru dengan sering dimarahi gurunya, murid sepantasnya berterima kasih karena hal tersebut merupakan wujud kepeduliaan dan kecintaan, bukan sebuah kebencian. 

Ketika santri dianggap melakukan kesalahan oleh sang guru, hendaknya tidak terlalu banyak beralibi, justru yang ditonjolkan adalah sikap terima kasih kepada guru atas kepeduliaannya. 

Bila betul-betul ada udzur dan memberitahukannya kepada guru dinilai lebih mashlahat, maka tidak masalah untuk dihaturkan kepada beliau, bahkan bila tidak mengklarifikasi menimbulkan mudlarat, murid harus menjelaskannya kepada guru.

Oleh karena itu, mari kita jaga marwah guru-guru kita, kyai-kyai kita, Ulama' dan Umaro' kita agar keberkahan-keberkahan dan ketenangan serta kedamaian hidup mampu kita raih. 

Dengan terus memohon ridho dan keikhlasan guru-guru kita, serta mampu menjaga kehormatan mereka, semoga menjadi wasilah menjadi orang yang selamat dunia akhirat, selamat dunia akhirat, dan menjadi orang yang banyak memberi manfaat yang kehadiran dan keberadaannya selalu dirindukan. 

Aamiin  Ya Robbal Alamiin...


Rofiul Is-One 

Comments